zmedia

Kota Manado: Menyelami Sejarah dan Keunikan Tinutuan, Bubur Khas Sulawesi Utara

Bubur manado


Kota Manado, ibu kota Provinsi Sulawesi Utara, tidak hanya terkenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga dengan kekayaan kuliner tradisionalnya. Salah satu hidangan yang menjadi ikon kota ini adalah Tinutuan, atau yang lebih dikenal sebagai Bubur Manado. Hidangan ini bukan sekadar makanan, melainkan cerminan dari sejarah, budaya, dan semangat kebersamaan masyarakat Manado.

Asal Usul dan Sejarah Tinutuan

Tinutuan memiliki sejarah panjang yang berakar dari masa penjajahan Belanda. Pada saat itu, kebijakan monopoli dan tanam paksa menyebabkan kesulitan ekonomi bagi masyarakat setempat. Dalam kondisi tersebut, masyarakat memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di sekitar mereka untuk menciptakan hidangan yang bergizi dan mengenyangkan. Sayuran seperti bayam, kangkung, labu kuning, dan singkong dicampur dengan nasi untuk membuat bubur yang kemudian dikenal sebagai Tinutuan .

Nama "Tinutuan" sendiri berasal dari bahasa Minahasa, yaitu "tu'tu" yang berarti nasi. Hidangan ini awalnya dibuat oleh masyarakat pedalaman Minahasa dan kemudian menyebar ke Kota Manado seiring dengan pertambahan penduduk dan interaksi antarwilayah .

Komposisi dan Cita Rasa

Tinutuan adalah bubur yang terbuat dari campuran nasi, berbagai sayuran, dan umbi-umbian. Beberapa bahan utama yang digunakan antara lain:

  • Nasi

  • Labu kuning

  • Singkong atau ubi jalar

  • Jagung manis

  • Sayuran hijau seperti bayam, kangkung, dan daun gedi

Hidangan ini biasanya disajikan dengan pelengkap seperti ikan asin, sambal dabu-dabu, dan bawang goreng, memberikan cita rasa yang kaya dan seimbang antara gurih, manis, dan pedas.Wikipedia

Tinutuan sebagai Identitas Kota Manado

Pada tahun 2005, Pemerintah Kota Manado secara resmi menjadikan Tinutuan sebagai simbol kuliner kota ini. Langkah ini diambil untuk memperkuat identitas budaya dan mempromosikan pariwisata kuliner di Manado . Kawasan Wakeke di Kecamatan Wenang ditetapkan sebagai pusat wisata kuliner Tinutuan, di mana pengunjung dapat menikmati berbagai variasi bubur ini di pagi hari.

Peran Tinutuan dalam Kehidupan Sosial

Tinutuan bukan hanya makanan, tetapi juga simbol kebersamaan dan solidaritas. Dalam tradisi masyarakat Manado, hidangan ini sering disajikan dalam acara-acara keluarga, pertemuan komunitas, dan kegiatan sosial lainnya. Karena tidak mengandung daging, Tinutuan dapat dinikmati oleh berbagai kalangan, menjadikannya makanan yang inklusif dan menyatukan.

Tinutuan dalam Konteks Modern

Seiring dengan perkembangan zaman, Tinutuan tetap mempertahankan popularitasnya dan bahkan mulai dikenal di luar Sulawesi Utara. Beberapa restoran di kota-kota besar Indonesia mulai menyajikan Bubur Manado sebagai menu andalan. Selain itu, upaya pelestarian dan promosi terus dilakukan oleh pemerintah dan komunitas lokal untuk menjaga warisan kuliner ini tetap hidup dan dikenal luas.